DREAMERS.ID - Terlepas dari permukaan air laut yang naik, laut Jakarta juga tengah menghadapi fakta adanya pencemaran paracetamol. Seberapa bahaya cemaran kandungan obat tersebut bagi warga maupun hewan sekitar?
Pencemaran paracetamol yang terjadi di Teluk Angke dan Ancol, Jakarta Utara sangat berbahaya bagi kehidupan ikan ataupun satwa liar di laut sekitarnya. Konsentrasi paracetamol di Angke mencapai 610 nanogram per liter, sementara di Ancol sebesar 420 ng/L.
Kendati demikian, peneliti mengaku belum mengetahui apakah tingkat pencemaran paracetamol tersebut sudah dalam tahap mengkhawatirkan atau tidak. Pasalnya, masih perlu penelitian lebih lanjut untuk mencari tahu dampak dari pencemarannya.
"Apakah pencemaran ini sudah ke tahap mengkhawatirkan? Mungkin belum ya, karena ini baru awal. Riset kita kan baru sekali sampling di laut. Jadi tidak mudah menarik kesimpulan," kata Zainal Arifin, salah satu peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam konferensi pers virtual, dikutip dari Detik Health.
Meski begitu, Zainal mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati dan tidak sembarangan membuang limbah obat. Pasalnya, tak menutup kemungkinan pencemaran paracetamol seperti ini bisa memberikan dampak yang merugikan bagi lingkungan, termasuk untuk manusia.
Lebih lanjut, ia memaparkan riset pencemaran tidak melibatkan ikan karena sifat fisiologinya yang akan lari berenang menjauh dari tempat dengan oksigen rendah. Sedangkan kerang, akan bertahan atau mati karena pencemaran sehingga hasil riset baru bisa didapatkan dari kerang biru.
Peneliti lainnya, dari Oseanografi BRIN Dr Wulan Koagouw menyebut pencemaran paracetamol bisa saja berdampak pada organisme laut. Namun, untuk memastikan sejauh mana pencemaran dan efeknya tentu diperlukan studi dan riset lebih lanjut, khususnya kepada manusia.
Dr Wulan mengatakan, "Jadi yang saya hanya bisa bilang di sini, saya belum lihat efeknya di manusia. Karena memang konsentrasinya rendah dibanding paracetamol yang kita makan, kita minum. Secara logika harusnya efeknya kecil."
Dilansir CNN Indonesia, sejumlah penelitian menunjukkan bahan kimia seperti obat memiliki efek feminisasi pada ikan jantan dan dapat mengubah rasio betina-jantan. Sebuah studi juga melaporkan ikan di hulu dan hilir dari instalasi pengolahan air limbah lebih banyak ikan betina dan interseks hilir dari tanaman.
Hal ini diperkirakan terjadi karena kadar estrogen yang lebih tinggi di air hilir. Penelitian telah menemukan obat antidepresan yang terkonsentrasi di jaringan otak ikan di hilir dari pabrik pengolahan air limbah laut.
(rzlth)