DREAMERS.ID - Nama Otto Warmbier menjadi viral setelah pada tahun 2016 dihukum 15 tahun kerja paksa di Korea Utara. Setelah menjalani persidangan dan mendekam dalam tahanan selama 18 bulan, pria yang baru berusia 22 tahun itu mengalami koma.
Meski pada akhirnya dievakuasi darurat kembali ke Amerika, Otto Warmbier meninggal dunia enam hari setelahnya. Keadaan koma Warmbier diduga karena mengalami kerusakan otak yang sangat parah. Sebelumnya, Warmbier sebenarnya tengah berwisata ke Korea Utara dan ditangkap karena mencuri poster politik dari sebuah hotel di sana.
Perbuatan Warmbier yang dianggap Amerika tidak sepadan itu harus menerima hukuman yang kini dinilai ‘tidak wajar’. Terlihat dari anehnya kondisi Warmbier setelah berhasil dievakuasi yang dikonfirmasi oleh pihak keluarga dalam sebuah pernyataan.
"Pelecehan yang menyiksa mengerikan yang diterima putra kami di tangan orang-orang Korea Utara memastikan bahwa tidak ada hasil lain yang mungkin terjadi," kata pihak keluarga melansir Kompas.
Baca juga: Korea Utara Kutuk Keras Amerika yang Gunakan Hak Veto Tolak Gencatan Senjata di Gaza
Dokter minggu lalu mengungkapkan jika Otto Warmbier mengalami luka neurologis parah, dirinya terlihat terjaga namun tidak mengenali keadaan sekitar. Meski membuka mata dan berkedip, dirinya tak menunjukkan tanda pemahaman bahasa atau respon lainnya.Meski tidak ada trauma fisik, tes media yang dilakukan minggu lalu mengatakan jika ia kehilangan jaringan yang parah di otaknya. Kemungkinan besar, cedera otak parah itu disebabkan oleh penangkapan kardiopulmoner yang memotong suplai darah ke otak.
"Tidak ada alasan bagi negara beradab untuk merahasiakan kondisinya dan menolaknya untuk perawatan medis terbaik begitu lama." Kata sang ayah, Fred. "Ketika Otto kembali ke Cincinnati pada 13 Juni, dia tidak dapat berbicara, tidak dapat melihat dan tidak dapat bereaksi terhadap perintah lisan. Dia tampak sangat tidak nyaman – menyedihkan,"
Pihak Korea Utara sendiri mengatakan jika Warmbier mengonsumsi botulisme dan diberi pil tidur. Namun pihak medis AS mengklaim tidak ada bukti infeksi botulisme. Presiden Donald Trump pun mengecam kejadian ini dan mengatakan Korut adalah rezim yang brutal.
(rei)
