home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda

Cerita Sedih Wanita-wanita Korea Selatan yang Dapat Diskriminasi Pekerjaan Karena Anak

Senin, 07 Januari 2019 11:30 by reinasoebisono | 6844 hits
Cerita Sedih Wanita-wanita Korea Selatan yang Dapat Diskriminasi Pekerjaan Karena Anak
Image source: Istimewa

DREAMERS.ID - Di Indonesia, bukan pemandangan aneh jika pekerja wanitanya memiliki anak atau bahkan kompak melakukan pompa asi di sela bekerja kantoran. Sayangnya hal itu tidak terlihat di Negeri Ginseng yang ternyata memiliki diskriminasi besar pada wanita memiliki anak yang bekerja.

Melansir CNN, banyak perusahaan di Korea Selatan enggan mempekerjakan seorang ibu lantaran ragu pada komitmen ibu yang bekerja pada perusahaan. Terlebih jam kerja di Korsel termasuk cukup panjang.

Salah satunya terjadi pada seorang wanita bernama Ashley Park yang terpaksa mengundurkan diri dari tempatya bekerja setelah melahirkan anak dan tak ada lagi yang mau menerimanya. Padahal sebagai seorang pekerja perempuan, Ashley nyaris disebut sempurna.

Catatan perguruan tingginya cemerlang, fasih berbahasa Inggris dan mudah bergaul sesama rekan. Saat diketahui mengandung, Ashley dimintauntuk mengundurkan diri yang sempat ditolaknya. Tapi yang ada justru ancaman pemecatan suaminya yang kebetulan juga bekerja di tempat yang sama.

Baca juga: Bakal ‘Lawan’ Negaranya Sendiri, Ini 3 Pemain Timnas Korsel yang Kata STY Paling Berbahaya

Kondisi semacam itulah yang membuat wanita-wanita di Korea Selatan menunda pernikahan, apalagi memiliki anak yang berujung pada angka kelahiran yang merosot drastis. Tingkat kesuburan di Korsel pun turun menjadi 0.95 pada kuartal ketiga 2018. Angka ini pertama kali turun berada di bawah 1 dan jauh di abwah 2 yang menjadi standar stabilitas.

Selain faktor di atas, ada banyak faktor lain yang melatarbelakangi hal tersebut. Mulai dari biaya membesarkan anak, jam kerja panjang serta tempat penitipan anak terbatas. Nilai budaya patriarki juga masih tertanam di Korsel. Dampaknya, kini hampir tiga perempat wanita Korsel berusia 20-40 tahun memandang pernikahan sebagai sesuatu yang tak perlu.

Pemerintah sesungguhnya tak tinggal diam. Sejak 2005 lalu, pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar US$121 miliar untuk meningkatkan angka kelahiran melalui berbagai kampanye. Tujuannya untuk mendorong agar lebih banyak anak muda yang mau menikah dan bereproduksi. Namun, usaha itu tak membuahkan hasil memuaskan.

Baru-baru ini pemerintah kembali menelurkan kebijakan-kebijakan untuk mendukung ibu bekerja. Mulai dari pengurangan jam kerja, pembangunan pusat-pusat penitipan anak, dan izin cuti melahirkan 10 hari bagi pria.

(rei)

Komentar
  • HOT !
    Jumlah orang yang ingin membeli Tesla alias kendaraan listriknya di Amerika Serikat dikabarkan menurun drastic. Usut punya usut, salah satu alasannya adalah karena sosok Elon Musk selaku CEO Perusahaan itu sendiri....
  • HOT !
    Queen of Tears bukan hanya sebuah drama tetapi sebuah cermin yang diangkat ke masyarakat, menyindir sisa sisa budaya patriarki dengan meminta laki laki mengambil peran yang secara tradisional diperuntukkan bagi perempuan di Korea, khususnya selama persiapan jesa atau upacara leluhur....
  • HOT !
    Ramai kabar Jakarta sudah kehilangan status Ibu Kota Indonesia sejak 15 Februari 2024 lalu. Masyarakat dan sosial media ramai membicarakan hal ini. Namun bagaimana sebenarnya fakta yang terjadi?...

BERITA PILIHAN

FAN FICTION
OF THE WEEK
Writer : KaptenJe
Cast : •Je (aku) • Tata •Yossy •All member EXO

BERITA POPULER

 
 
 
^
close(x)